Selasa, 31 Juli 2012

Paling Paling

Oleh : Anwar Sani 
Kalau kata orang Betawi, Carlos Slim Helu paling-paling dah. Bagaimana tidak. Dalam tiga tahun terakhir berturut-turut, pengusaha Meksiko ini selalu jadi orang paling kaya di dunia versi Majalah Forbes (9/3/2012). Tahun ini, harta kekayaannya mencapai $69 miliar. Jurnlah in! setara dengan Rp 627,84 Triliun atau sepertiga jumlah utang luar negeri Indonesia.

Selain itu, Helu juga dinobatkan sebagai orang paling dermawan di dunia. Tahun ini, meski hartanya berkurang $5 miliar daripada tahun lalu akibat turunnya harga saham raksasa telekomunikasi America Movil miliknya, tetap saja Helu menyumbangkan 90% kekayaannya melalui Yayasan Carlos Slim dan Yayasan Telmex.



Li Ka-Shingjuga orang yang paling-paling. Masih menurut Forbes, dia orang Asia pating kaya pada tahun 2012. Bahkan pengusaha Hongkong ini terrnasuk dalam jajaran 10 orang paling kaya di dunia dengan total kekayaan US$ 25,5 miliar dan memiliki 270.000 orang tenaga kerja yang tersebar di 53 negara.

Dia pun orang paling dermawan di Asia. Melalui Li Ka-Shing Foundation, CEO Cheung Kong Holdings Limited dan Hutchison Whampoa Limited ini menyumbangkan lebih dari US$ 1,6 miliar untuk mengembangkan pendidikan dan penelitian medis.

Joe Vitale, penulis spiritual marketing, menyimpulan bahwa semakin kita rela dan banyak bersedekah, semakin banyak pula yang kita dapatkan. Lihatlah, selalu saja orang-orang paling dermawan di dunia, juga adalah yang paling kaya di dunia.

Majalah Fortune pernah merilis daftar manusia paling tajir di muka burni pada 2007, berturut-turut adalah : Carlos Slim Helu dengan kekayaan 60 Milyar USD,William Henry Gates III alias Bill Gates dengan : 58 milyar USD, dan Warren Buffet dengan 42 Milyar . Ternyata, di tahun yang sama mereka bertiga pula manusia yang paling banyak berderma.


Itu bukan kebetulan. Benar, para rnilyuner kelas dunia itu telah bekerja keras untuk mendapatkan rejekinya di dunia.Tapi sebagian dari sukses besar mereka juga merupakan feed back dari derma mereka yang sangat besar. Sebab, Allah adalah Ar-Rahman, yaitu Yang Maha Pengasih terhadap seluruh makhluk (Tafsir Basmalah dalam Kitab Tafsir ibnu Jarir Ath-Thabari).

Sifat Allah SWT itu diakui Joe Vitale. Dla bilang, 'To give in order to get" adalah suatu hukum universal (sunatullah sosial) seperti yang terangkum dalam bukunya The Greatest Money-Making Secret secret in  History!

Kita bersyukur, yang paling dermawan dari berbagai umat beragarna di dunia, tetaplah kaum muslimin. Hasil survei The CNN Wire, London, pada 20 Juli 2011, menyebutkan, di antara berbagai agama, umat Islam memiliki persentasi kedermawanan tertinggi yakni 61 persen. Sedangkan Kristiani 24 persen, Budha 20 persen, dan Hindu 33 persen.

Lebih bersyukur lagi, di antara Negeri Muslim, Indonesia meraih kedermawanan dengan motivasi agama tertinggi. Sebanyak 91 persen Muslim Indonesia paling dermawan dibanding Arab Saudi 71 persen dan Turki yang hanya 33 persen.

Hasil itu tidak mengherankan, karena penelitian sebelumnya sudah menyatakan bahwa Bangsa Indonesia yang mayoritas (88,2%) Muslim adaiah bangsa paling gemar bersedekah dalam bentuk senyum. Sebagaimana wasiat Nabi Muhammad SAW: "Senyummu kepada saudaramu adaiah sedekah" (HR Imam Tirmidzi).

Berdasarkan hasil survei The Smiling Report 2009 yang dilansir AB Better Business yang berbasis di Swedia, Indonesia adaiah negara paling murah senyum di dunia dengan skor 98%.

Tapi, senyuman saja tidak mengenyangkan tetangga yang kelaparan. Padahal, pesan Nabi SAW, laisal mu'minu billadzii yasyba'u wajaaruhu ja'al 'uniloa dzanbihii. "Bukanlah berlman orang yang kenyang perutnya, sedangkan tetangganya kelaparan hingga tampak tulang rusuknya" (HR Bukhari dari Ibnu Abbas ra).

Karena itu, kita wabil khusus para pengusaha Muslim, harus iri pada prestasi kedermawanan orang-orang seperti Carlos Helu dan Ka-Shing. Kata Rasulullah, "Tidak ada hasad (iri) yang dibenarkan kecuali terhadap dua orang, yaitu orang yang Allah berikan harta lalu ia menghabiskannya dalam kebaikan dan terhadap orang yang Allah berikan ilmu lalu ia mengajarkannya kepada orang lain" (HR Muslim dari Ibnu Mas'ud ra).

Maka marilah kita panjatkan Al Fatihah untuk para pengusaha dermawan Indonesia seperti Sandiaga Salahuddin Uno (Saratoga Capital), A Pramono (Ayam Bakar Mas Mono), Jody Broto Suseno (Waroeng Steak), Supriyanto (Sanaya Cake&Bakery), dan lain-lain. Semoga kelak mereka termasuk dalam jajaran orang yang paling-paling dah.

Sumber : DAQU Edisi 002 - tahun V - Mei 2012/Jumadil Akhir 1433 H
 

Kamis, 26 Juli 2012

Miskin ? Siapa Takut !

Suatu hari Pak Jamil ngajak jalan-jalan ustadz Jamal dengan mobil kijang bututnya keliling Jakarta, sepanjang perjalanan disetiap lampu merah berhenti pak Jamil selalu memberi sedekah kepada siapapun yang meminta, ada pengamen, pengemis, orang buta, anak kecil bahkan preman sekalipun, dengan uang receh yang sudah disiapkan sebelumnya.

“ Kalau setiap orang bermobil meniru pak Jamil memberi sedekah disetiap lampu merah seperti ini, bisa-bisa setiap lampu merah dipastikan akan lahir peminta-minta dan turun menurun sampai sekian generasi”, ungkap ustadz Jamal. “ iya sih ustdz, tapi saya itu yakin sekali bahwa sedekah dimanapun dan sekecil apapun pasti ada maslahatnya, misalnya nih ustadz, setiap lampu merah nanti ngantri para pengemis bahkan berjubel, nah kalau sudah begitu pasti pemerintah kota akan mikir dan tegas bikin undang-undang pelarangan sekaligus solusinya.

 Sahabat, suatu hari seorang laki-laki miskin mendatangi Aisyah istri Rosulullah, Aisyah pun memberinya sedekah. Lalu Aisyah memanggil pembantunya Barirah dan menyuruh memperhatikan dan menyelidiki laki-laki itu , apa benar laki-laki itu miskin atau pura-pura miskin, lalu dipakai apa itu sedekah yang didapatnya.

Melihat kejadian tersebut Rasulullah kemudian menegur Aisyah dengan sabdanya “ Jangan kau berhitung dalam memberi sedekah karena Allahpun tidak pernah berhitung dalam memberikan rezeki kepada kita “ (HR.Nasa’i , Ibnu Hibban, Ahmad dan Haitsami )

Dalam kesempatan lain Rasulullah juga menganjurkan : “ Wahai Aisyah, berlindunglah dari api neraka (kebangkrutan) meski hanya dengan bersedekah separuh biji korma, sungguh separuh biji korma itu mengisi perut orang yang lapar sama seperti ia mengisi perut orang yang kenyang “ (artinya walau separuh biji korma itu sudah cukup mengenyangkan bagi orang-orang yang sedang kelaparan) ( HR.Ahmad dan Mundziri )

Sahabat, Rosulullah SAW adalah seorang Pemimpin dan Wirausahawan sejati, kemenangan demi kemenangan terus diraih demikian pula kekayaan selalu mengejar-ngejar beliau, sehingga ketika beliau menjadi Pemimpin tertinggi kekayaan negarapun melimpah ruah. Tapi taukah kita ada salah satu doa yang beliau ucapkan sehingga Aisyah istrinya terkejut ?

Aisyah mendengar Rasulullah berdoa : “ Ya Alla, jadikanlah gaya hidupku seperti gaya hidup orang miskin, cabutlah nyawaku dalam keadaan miskin, lalu kumpulkanlah aku pada Hari Kiamat bersama kelompok orang miskin “.

Mendengar doa itu Aisyah protes : “ Mengapa engkau berdoa seperti itu wahai Rasulullah ? “, Beliau menjawab : “orang-orang miskin akan masuk Sorga 40 tahun lebih awal dari pada orang-orang kaya, wahai Aisyah jangan pernah menolak orang-orang miskin meski engkau hanya bisa memberi separuh biji korma, cintailah orang miskin dan dekatkanlah mereka kepadamu agar Allah juga mendekatkanmu kepadaNYA pada Hari kiamat nanti “ ( HR.Tirmidzi, Baihaqi dan Mundziri )

Sahabat, mengapa Nabi berdoa demikian, apakah kita tidak boleh kaya raya ? Rosulullah bukan orang miskin, Beliau Pemimpin yang kaya raya tetapi gaya hidup diri dan keluarganya adalah gaya hidup orang yang paling miskin, pernah dalam 40 malam rumah beliau tidak ada api yang menyala artinya tidak ada bahan makanan yang bisa dimasak juga tidak ada lentera penerang, belaiu hanya mengkonsumsi beberapa biji korma dan air saja.

Dan ketika beliau meninggal hampir tidak ada harta warisan yang beliau tinggalkan, seluruh kekayaannya diwakafkan dan disedekahkan untuk perjuangan Islam, jadi apakah tidak logis doa Rosulullah tersebut ?

Sahabat, kita wajib bisa kaya raya selama umur kita masih produktif karena ada kewajiban Zakat, haji dan sedekah. namun banyak diantara kita yang kaya raya atau hidup berkecukupan, tapi mampukah kita hidup dengan gaya hidup orang miskin, gimana sih gaya hidup orang miskin itu ? sederhana saja sebenarnya mereka selalu puasa minimal Senin-Kamis, tidak makan kalau masih kenyang dan berhenti makan sebelum kekenyangan, jadi tidak harus makan 3 kali sehari, demikian juga dalam hal berpakaian tidak selalu mengikuti mode dan trend baru, mereka mengganti pakaian atau perabot ya kalau sudah rusak, gimana gampang kan ?

Demikian juga ketika umur kita sudah tidak produktif lagi, maka saatnya kita delegasikan seluruh kekayaan kita untuk perjuangan Islam melalui anak, istri dan keluarga kita atau orang lain yang mampu mengelola dan mendayagunakan seluruh harta kekayaan kita untuk kepentingan perjuangan memuliakan Islam dan Kaum Muslimin, sehingga ketika Malaikat Maut menjemput kita kelak tidak ada lagi kekayaan dunia di tangan kita, kita benar-benar miskin. Jadi tidak akan ada lagi kekayaan kita yang harus diaudit pada saat Hari Perhitungan kelak, semuanya totalitas akan menjadi ASET PEMBELA kita pada saat itu. Mudah bukan jadi orang miskin ? Inilah maksud doa Rosulullah SAW tersebut. Jadi miskin ? siapa takut !

Sumber : disini

Rabu, 25 Juli 2012

Matematika Allah

Saat sedang menjalankan tugas negara (begitulah kelakar saya ketika menunaikan tugas kemanusiaan), saya berkesempatan berdiskusi dengan salah satu staf yang menjadi bagian dari tim yang berangkat kali ini.  Sambil meminggirkan mobil, menyeruput es cendol, ditemani semilir angin sawah, saya iseng bertanya, “Agus, saya dengar anda kuliah S-2?” “Iya mas, alhamdulillah satu semester lag,i” jawab agus. “Wah mantap, beasiswa ya?” saya terus menimpali. “Gak mas, biaya sendiri. Walaupun gaji saya habis 70%-nya untuk kuliah, tapi saya percaya matematika Allah karena niat saya meningkatkan kualitas dan menghidupi keluarga pasti akan dibantu oleh yang Maha Kaya,” demikian agus berseloroh meyakinkan saya.
Setiba di rumah malam hari, saya masih merenungi ungkapan tegas rekan saya ini tentang matematika Allah dan kembali ke ingatan saya 5 tahun lalu saat saya iseng menyapa office boy di kantor saya yang baru seminggu menikah.  Usia Jono –demikian saya memanggilnya – baru 19 tahun, menghidupi 2 adik yang masih SMP dan seorang nenek. Ibunya sudah meninggal dan bapaknya entah ke mana pergi. Jono menikahi tetangganya yg berusia 18 tahun. Saat saya tanya kok berani, dia menjawab santai “kan ada Allah yang menjamin hidup saya”.
Hari ini pula saya dipertemukan dengan tukang kerupuk yang tunanetra, Salim yang dengan percaya dirinya berjualan dari gang ke gang, demi menjaga sebuah kemandirian hidup tanpa harus merengek iba kepada setiap orang.  Dari pagi sampai petang bergerilya dibantu tongkat besi yg sudah berkarat, demi sebuah harga diri, dia akan marah bila ada orang yang memberinya uang tapi tidak beli kerupuknya.
“Saya bukan pengemis, saya penjual kerupuk dan saya pantang menerima uang tanpa ada membeli kerupuk saya. Alhamdulillah, dari jualan kerupuk saya bisa ngontrak dan hidupi istri dan anak saya.” Sontak saya bisu sesaat dan emosi saya ada pada titik terendah saat pria ini berhenti bicara.
Saya yakin banyak cerita yang semirip di atas di mana kadang akal kita menangkap ketidakmungkinan seseorang bertahan hidup dengan akses dan kemampuan yang terbatas, logika berfikir kita normatif menyangkal realita yang ada, bahwa seseorang tetap bisa memenuhi kebutuhan dasar dengan situasi yang kita anggap kurang berpihak kepadanya.
Tapi itulah matematika Allah. Matematika yang sukar dinalar lewat perantara otak manusia. Matematika yang justeru menuntun kita untuk senantiasa menjaga derajat syukur kita di hadapan Allah dan mengusik mental kemandirian kita untuk tetap konsisten, optimis dalam menjalankan hidup.  Agus, Jono dan Salim adalah representasi matematika Allah yang harusnya menuntun kita menjadi pribadi yang bertakwa, bersyukur dan optimis dalam meraih kesuksesan dunia akhirat.  Allah jamin rizki hambanya.  … Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (at Thalaq : 3).
Allah berfirman, “Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya). Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap tia Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya). Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap tiap sesuatu.” (Ath Thalaq: 3).
Sumber : disini

Minggu, 22 Juli 2012

Percaya Janji Allah atau Janji syetan?

“Saya nggak pernah mau memberi pinjaman kalau ada yang datang berhutang..” kata guru saya. Menurutnya, kalau dia meminjamkan uang, bisa jadi uang itu tidak pernah dikembalikan lagi kepadanya. Kalaupun misalnya dikembalikan, tetap saja uang kembali itu hanya sejumlah uang yang dia pinjamkan.
“Beda dengan sedekah. Kalau saya memberi sedekah, minimal akan dikembalikan 10x lipat, dan itu sudah dijanjikan Tuhan dalam Kitab Suci. Jadi daripada dia minjam sama saya, lebih baik saya beri saja dia uang sesuai kebutuhannya dan saya anggap sedekah saja” sambungnya enteng.
Saya hanya bisa tertawa geli mendengar alasannya.. Sekilas seperti bercanda. Tapi saya tahu betul karakter guru saya itu. Dia memang gemar memberi sedekah.. Bahkan dia punya cita- cita memberangkatkan orang lain pergi berhaji sebanyak 100 orang, dan sebagiannya sudah berhasil dia berangkatkan.
Begitulah, kalau sifat dermawan sudah menjadi karakter atau kebiasaan… Buat kita yang baru- baru belajar sedekah, pasti deh banyak mikirnya.. Mau sedekah yang agak gede aja pakai mikir berulang kali.. Trus saking kebanyakan mikirnya, sedekahnya nggak jadi.

Hal lain yang membuat kita berat untuk bersedekah itu selaras dengan keyakinan kita akan janji-Nya. Coba kita perhatikan poin dibawah ini.

- Tuhan berjanji ; “Menikahlah! jika miskin, Aku yang akan mengayakan”.. Yakinkah kita? Kalau yakin, pasti kita buru- buru nikah
 
- Tuhan berjanji ; “Sedekahlah (beri nafkahlah) maka Aku akan memberi nafkah kepadamu.” Yakinkah kita? Kalau yakin, pasti kita buru- buru sedekah

Mari sejenak kita renungkan dari ayat ini kenapa kita masih kikir?
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. 

Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui. ( Al Baqarah 267- 268)
 
Jadi, kita percaya janji Allah atau janji syaitan?
 
Sumber : disini
 

Kamis, 19 Juli 2012

Berkat Sedekah, Tukang Becak Itu Mengunjungi Baitullah


Pak Parman, demikian orang-orang memanggilnya. Dia hanyalah seorang tukang becak. Sudah bisa ditebak, berapa kekayaannya? Dia hanya punya tempat tinggal, dan itu pun kost di tempat yang kumuh, yang gentengnya sewaktu-waktu bisa bocor karena hujan. Meski begitu, Pak Parman memiliki budi yang sangat mulia. Kemiskinan yang merenggut kehidupannya, tidak menutup mata batinnya untuk selalu berbagi kepada orang lain.

Siapa kira orang miskin tidak bisa naik haji. Karena sedekah, tukang becak yang satu ini justru mendapatkan keberkahan untuk menunaikan rukun Islam kelima.
 
Tapi, bukan harta yang bisa ia sumbangkan. Sebab, untuk makan sehari-hari saja sulit, apalagi berniat untuk berbagi harta kepada orang lain. Maka, yang hanya bisa dilakukan Pak Parman adalah “sedekah jasa”. Yaitu, setiap hari Jum’at ia menggratiskan semua penumpang yang naik becaknya. Ini adalah hal yang luar biasa. Tidak semua orang bisa melakukannya, apalagi orang miskin seperti dirinya. Maka, atas kebaikannya itulah, suatu “keberkahan hidup” kemudian menghampirinya.
Suatu ketika, di hari Jum’at pertama bulan Ramadhan, tiba-tiba, ada orang yang kaya raya mobilnya mogok. Kebetulan, mogoknya tidak jauh dari pangkalan becak Pak Parman. Orang kaya itu pun bertanya kepada supirnya, “Pir, kalau naik becak kira-kira ongkosnya berapa ya?”
“Paling juga dua sampai tiga ribuan,” jawab supir kepada majikannya.
Orang kaya tersebut pun memutuskan naik becak karena sebenarnya jarak dirinya dengan rumahnya sudah lumayan dekat. Maka, dipanggillah tukang becak yang ada di pangkalan tersebut dan kebetulan Pak Parman yang datang. Lalu, digoeslah becak itu oleh Pak Parman menuju rumah orang kaya tersebut. Setelah sampai di tempat, Pak Parman dikasih uang 10 ribu dan tidak usah dikembalikan. Namun, oleh Pak Parman uang itu ditolaknya.
“Kenapa Bapak menolaknya?” tanya orang kaya itu..
“Saya sudah meniatkan dari dulu, kalau setiap Jum’at saya menggratiskan semua penumpang yang naik becak saya,” jawabnya jujur.
Setelah itu, Pak Parman pun pergi meninggalkan orang kaya tersebut. Rupanya, kejadian itu sangat membekas di hati orang kaya tersebut. Orang kaya seperti dirinya saja tidak pernah sedekah, ini orang miskin malah melakukannya dengan begitu tulus. Lalu, dikejarlah Pak Parman. Setelah dapat, Pak Parman pun dikasih uang satu juta. Orang kaya itu pikir, Pak Parman akan menerimanya karena uangnya besar. Tapi, Pak Parman tetap menolaknya. Lalu, dinaikkan lagi menjadi dua juta dan tetap Pak Parman menolaknya. Alasan Pak Parman sama: dia tidak menerima uang sepeser pun di hari Jum’at untuk jasa ojek becaknya. Sebab, dia sudah meniatkannya untuk bersedekah. Subhanallah!
Tapi, hal ini justru membuat orang kaya tersebut semakin penasaran. Maka Jum’at berikutnya (di hari Ramadhan juga), orang kaya itu pun naik becak lagi. Ia sengaja meninggalkan supirnya untuk pulang ke rumah sendiri dan dia lebih memilih berhenti di pangkalan itu untuk bisa naik becak Pak Parman. Maka diantarlah orang kaya tersebut ke rumahnya oleh Pak Parman. Setelah sampai, Pak Parman pun diberikan uang yang lebih besar lagi, kali ini 10 juta. Orang kaya itu pikir Pak Parman akan tergoda oleh uang sebanyak itu. Tapi, lagi-lagi, perkiraannya meleset. Pak Parman, sekali lagi, menolak uang yang bagi dia itu sebenarnya sangat besar. Apalagi, sebentar lagi akan Lebaran dan uang itu pasti akan berguna buat dirinya dan keluarganya. Tapi, orangtua itu menolaknya dengan halus.
Kejadian ini benar-benar membuat orang kaya tersebut tidak mengerti. Kenapa orang miskin seperti Pak Parman tidak mau menerima uang sebesar itu? Padahal, uang itu bisa ia gunakan selama berbulan-bulan. Namun, rasa penasaran orang kaya itu rupanya tidak pernah berhenti. Jum’at berikutnya, dia pun naik becak milik Pak Parman lagi. Namun, kali ini ia minta diantarkan ke tempat yang lain.
“Pak, antarkan saya ke rumah Bapak,” pinta orang kaya.
“Memangnya, ada apa, Pak?” jawab Pak Parman polos.
“Pokoknya, antarkan saya saja.”
Akhirnya, Pak Parman terpaksa mengantarkan orang kaya itu ke rumahnya. Mungkin orang kaya itu hanya ingin menguji: apakah tukang becak itu benar-benar orang miskin ataukah tidak? Mereka pun akhirnya sampai di rumah Pak Parman. Betapa terkejutnya orang kaya itu, karena rumah yang dimaksud hanyalah sebuah rumah kost yang sangat jelek. Gentengnya sewaktu-waktu bisa roboh karena terpaan air hujan. Karena sangat iba melihat kejadian itu, orang itu pun merogoh uangnya sejumlah Rp. 25 juta.
“Ini Pak, uang sekedarnya dari saya. Mohon Bapak menerimanya,” pinta orang kaya kepada Pak Parman.
Apa reaksi Pak Parman? Ternyata, dengan halus dia pun tetap menolaknya. Hal ini benar-benar sangat mengejutkan orang kaya itu. Bagaimana bisa orang semiskin dia menolak uang pemberian sebesar Rp. 25 juta? Kalau bukan dia adalah lelaki yang luar biasa, yang memiliki budi yang sangat luhur.
Akhirnya orang kaya itu pun menyerah. Dia benar-benar kalah dengan ketulusan hati Pak Parman. Ia percaya bahwa apa yang dilakukan Pak Parman benar-benar tulus dari hatinya. Ia benar-benar tidak tergoda oleh indahnya dunia dan kilaunya uang jutaan rupiah. Mungkin ia satu pribadi yang langka dari 1000 orang yang ada, yang sewaktu-waktu hanya muncul di dunia. Luar biasa!
Tapi, orang kaya itu berjanji bahwa suatu saat ia akan memberikan yang terbaik buat tukang becak yang berhati mulia tersebut. Sebab, mungkin, baru kali ini hatinya terusik lalu disadarkan oleh orang miskin yang hanya seorang tukang becak. Dan waktu pun terus berlalu.
Lebaran telah tiba. Pak Parman dan orang kaya itu tidak bertemu lagi. Menjelang Lebaran Haji (Idul Adha), orang kaya itu kembali menemui Pak Parman di rumah kostnya. Kembali ia pun datang di hari Jum’at. Mudah-mudahan kali ini niatnya tidak sia-sia. Setelah mereka bertemu, di depan Pak Parman orang kaya kemudian bicara terus terang, “Pak, mohon kali ini niat baik saya diterima. Bapak dan istri serta anak Bapak akan saya berangkatkan haji ke Tanah Suci. Sekali lagi, mohon Bapak menerima niat baik saya ini?”
Pak Parman menangis di depan istri dan anak semata wayangnya. Pergi ke Mekkah saja tidak pernah ia bayangkan sejak dulu, ini apalagi ia dan keluarganya akan diberangkatkan naik haji. Ini benar-benar hadiah yang sangat luar biasa dari Allah swt. Tawaran orang kaya itu pun diterima Pak Parman dengan setulus hati.
Maka, Pak Parman dan keluarganya pun akhirnya pergi haji. Ya, seorang tukang becak yang miskin tapi memiliki hati yang sangat mulia akhirnya bisa melihat keagungan Ka’bah di Mekkah al-Mukarramah dan makam Nabi Muhammad saw di Madinah. Kebaikannya dibalas oleh Allah. Ia yang menolak satu juta, dua juta, 10 juta, hingga Rp. 25 juta, tapi Allah menggantinya dengan haji ke Baitullah, bersama istri dan anaknya! Jadi, berapa kali lipatkah keberkahan yang didapatkan Pak Parman karena sedekah yang ia lakukan setiap hari Jum’at?! Subhanallah!
Bahkan, tidak saja dihajikan secara gratis, Pak Parman akhirnya dibuatkan rumah oleh orang kaya tersebut. Maka, semakin berkahlah hidup si tukang becak berhati mulia itu. Dan sejak itu, Pak Parman pun bisa tinggal di sebuah tempat yang nyaman dan tidak memikirkan lagi uang untuk kost di bulan berikutnya.
Demikian kisah tukang becak yang bisa naik haji karena sedekah yang dilakukannya. Apakah kita sudah seperti Pak Parman? Dia yang miskin masih memikirkan untuk berbagi untuk orang lain, apalagi kita yang mungkin lebih mampu dibandingkan dia. Mudah-mudahan kita bisa mengikuti jejaknya, terutama dalam hal ketulusannya dalam berbagi! Amin.

Sumber : disini

Sedekahnya Tukang Tambal Ban

Seorang Tukang tambal ban. Lima tahun yang lalun seringkali terkena obrakan, sebab lapaknnya atau tempatnya berada di tepi jalan. Suatu ketika, di pagi hari, ada seorang temannya yang mampir ke tempatnya.

Ketika mereka asyik berbicara, tiba-tiba seorang pengemis berdiri meminta. Si Tukang tambal ban merasa terganggu dengan kehadiran pengemis tersebut. Dia menolaknya, dan pengemis itupun berlalu. Demikian berturut-turut hingga ada beberapa pengemis yang selalu ditolaknya.
Kawannya bertanya. “Disini banyak pengemis yang datang ya?.”

“Wah, kalau dituruti, sehari bisa puluhan orang. Saya selalu menolak mereka. Buat apa mengajari orang malas.” Kata si Tukang tambal itu.

Kawannya diam sejenak. Lalu berbicara, “Kalau boleh menyatakan, sebaiknya jika ada pengemis jangan ditolak. Meskipun seratus perak. berikanlah kepadanya!.”
Si tukang tambal ban tersenyum kecut dan menanggapi dengan sikap dingin. “Pengemis sekarang bukanlah orang yang benar-benar miskin. Di daerahnya, mereka meiliki rumah besar, ternak banyak dan sawah luas. Mengemis dibuat sebagai mata pencaharian. Jika menuruti pengemis, bisa bangkrut aku. Sedangkan sejak pagi tak satupun kendaraan yang berhenti untuk mengisi angin ataupun minta ditambal.”
Temannya berusaha menasehati dengan bijak,”Berpikir begitu boleh-boleh saja. Tetapi saya tetap yakin bersedekah itu lebih bermanfaat dan menguntungkan diri sendiri. Aku menggemarkan diri bersedekah sudah beberapa tahun lalu.”
“Kamu berbicara begitu karena memang sudah pantas melakukan sedekah, sebab penghasilanmu besar, punya mobil dan rumah bagus. Sedangkan diriku!? hanyalah seorang tukang tambal ban.tidak lebih dan tidak kurang!”

“Aku dulu juga seperti dirimu…… Kau tahu kan? Kehidupanku compang camping. Sekarang makan, besok harus hutang ke tetangga. Tetapi aku tidak pernah berhenti bersedekah. Maaf, ini bukan pamer ataupun membanggakan diri, tetapi maksudku berbagi pengalaman denganmu. Setiap ke masjid, aku selalu memasukan uang meskipun hanya recehan. Setiap ada pengemis datang selalu kuberi jika memang masih ada uang, tetapi kalau lagi tidak ada …air minum saja juga sudah sangat senang. Itu kulakukan secara istiqomah, dan sungguh, aku mengalami sebuah kejadian luar biasa. Rejekiki sangat lancar, setiap ada rencana selalu berhasil, setiap transaksi selalu sukses, apa saja yang kulakukan selalu membawa berkah hingga kamu lihat sendiri seperti sekarang ini.” kata temannya itu menambahkan.
Si tukang tambal ban tidak segera menjawab. Dia tampaknya sedang berpikir. Temannya lalu berkata lagi, “Memberi sedekah tidak harus kepada pengemis. kamu bisa mengulurkan tanganmu kepada sanak saudara atau siapa saja.asalkan ikhlas.”
“Benar… dan sedekah yang lebih tinggi harganya ialah ketika dirimu dalam keadaan sempit. Jangan menunggu kaya baru bersedekah. Saat sekarang ini kamu harus memulainya.” begitu temannya dengan sangat bijak dan mengena memberikan saran.
Si tukang tambal ban mulai bisa menangkap makna memberi, dari kata-kata temannya tadi terutama kondisi dulu yang menyatakan kalau dirinya juga berawal dari orang yang tidak punya karena tidak punya pekerjaan tetap. Maka dia pantas dipercaya karena keadaanya memang sudah mapan dibandingkan dengan dirinya.
Keesokan harinya si Tukang tambal ban mulai menyediakan uang recehan. Selama uang recehan masih ada, ia tidak pernah menolak pengemis yang datang. Kecuali jika sudah habis jatahnya baru ia menolaknya, bahkan setiap pergi ke masjid dia tidak pernah melupakan sedekah ke kotak infaq.

Semenjak itu rejekinya lancar. Setiap hari sejak pagi hingga petang sambung menyambung motor yang berhenti minta ditambalkan ataupun sekedar mengisi angin. Bahkan dua keponakannya yang menganggur diajaknya membantu pekerjaan itu.
Sekarang si Tukang tambal ban telah memiliki tabungan. Dari tabungannya dia mampu menyewa tempat dan membangunnya meskipun tidak permanen. Sehingga dia kini bisa bekerja dengan tenang karena tidak harus dikejar-kejar polisi pamong praja.
Seiring waktu, si Tukang tambal ban tidak hanya melayani jasa menambal atau mengisi angin. tetapi berkembang menjadi sebuah usaha ban kanisir. Bahkan dia mempunyai puluhan pelanggan perusahaan jasa angkutan. Kalau dulu dia menerima uang recehan dari pelanggannya. Sekarang dia menerima cek dari perusahaan sebagai pembayaran ban kanisir. Anak buahnya semakin bertambah.
Keadaan hidup si tukang tambal ban telah mapan. Dia bisa membeli rumah dan mobil. Setiap tahun zakat malnya dibagikan di kampung halamannya untuk orang-orang miskin dan yatim piatu. Bahkan dia telah berangkat haji bersama istrinya.
Si Tukang tambal ban berhasil membuka tabir misteri keajaiban sedekah. Sekarang dia benar-benar percaya bahwa sedekah itu sangat memberikan manfaat yang luar biasa seperti saran temannya dulu yang diawalnya dia tanggapi dengan sikap dingin. Subhanaloh ...

Sumber : disini

Selasa, 10 Juli 2012

Sedekah Berbuah Pelaminan

“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (QS. Al-Baqarah: 256)

Poros sedekah memang tak lain adalah niat yang baik. Sumber kebaikan adalah Allah maka sewajarnyalah kita mengharapkan kebaikan dari-Nya. Caranya tak lain dengan berdekat-dekat dengannya dan berusaha menjalankan apa yang Dia perintahkan dan meninggalkan apa yang Dia larang.

Kisah ini dialami seorang guru madrasah di kota Bekasi. Namanya adalah Ustadz Ahmad. Laki-laki ini sehari-hari mengabdi di madrasah mengajar murid-murid Tsanawiyah pelajaran agama. Jarak antara rumahnya dengan tempat ia mengajar cukup jauh. Tapi terdorong rasa pengabdian ia hampir tak pernah absen mengajar. Keuntungannya, ia bisa menumpang mobil guru lain yang juga mengajar di madrasah yang sama.

Pekerjaan Ahmad tak mendatangkan income yang besar. Malah kalau dihitung rata-rata kebutuhan hidup orang Jakarta penghasilannya cukup minim. Ia harus pandai-pandai mengatur keuangannya. Tapi semua ia hadapi dengan rasa syukur. “Rezeki mah ada yang ngatur,” begitu katanya suatu waktu.    

Yang menjadi beban pikirannya adalah pasangan hidup. Wajar saja, usianya saat ini sudah menginjak angka 33, usia yang sangat layak untuk beristri. Masalah rezeki menurutnya tak terlalu sulit. Dapat dikit maka yang dibelanjakan sedikit, kalau kebetulan dapat agak banyak barulah dia bisa membeli kebutuhan hidupnya yang lain seperti baju dan sepatu. Tapi kalau masalah jodoh, singguh menjadi satu misteri bagi dirinya.



Masalah ini cukup menjadi beban pikirannya. Ia sadar Allah memang mengatur jodoh tiap-tiap hamba-Nya. Tapi ia juga sadar, sebagai makhluk ia harus berikhtiar karena itulah tuntunan yang diberikan agama. Maka Ahmad cukup gencar mencari-cari siapa kira-kira yang bisa ia jadikan istri untuk mendampingi hidupnya.

Salah satu bagian dari ikhtiarnya adalah bersedekah. Ahmad selalu rutin bersedekah ke masjid setiap shalat Jum’at. Jumlah memang tak terlalu besar, 5-10 ribu rupiah. Kalau kebetulan ia dapat gaji, ia akan meningkatkan sedekahnya itu menjadi 20 ribu rupiah. Demikianlah memang kemampuan sedekah yang dimiliki Ahmad mengingat penghasilan yang tak seberapa, hanya beberapa ratus ribu saja perbulan. Tapi ia selalu konsisten melakukan itu. Terselip doa agar sedekah itu bisa mendatangkan kebaikan baginya. Tak hanya masalah jodoh tapi juga masalah yang lainnya.

“Saya hanya berusaha istiqamah saja. Selain itu saya tetap berusaha mencari-cari jodoh yang cocok,” ujarnya pada Hidayah.

Demikianlah. Hal itu berjalan dalam beberapa bulan. Terselip keyakinan di hatinya bahwa doanya pastilah didengar Allah pada waktu dan keadaan yang tepat. Di luar itu ia memperbanyak ibadah. Itu semua membuat hatinya tenang dalam menjalani hari-harinya.

Tiga Wanita
Dalam waktu yang berjalan, Ahmad berkenalan dengan seorang wanita. Wanita ini ternyata seorang mahasiswi sebuah perguruan tinggi di daerah Jakarta Timur. Pertemuannya waktu halal bi halal idul fitri di kampungnya. Wanita tersebut ternyata masih tetangga dengannya. Ahmad tak mengenalinya karena memang sebagian besar waktunya tidak ia habiskan di rumah melainkan mengajar dan sebelumnya menuntut ilmu di pesantren.

Acara halal bi halal itu adalah mengunjungi rumah para ustadz dan sesepuh desa. Yang mengikutinya adalah kalangan anak-anak muda. Ahmad ditunjuk untuk menjadi salah satu koordinator karena ia relatif paling senior dibanding lainnya. Saat itulah ia berkenalan dengan wanita muslimah tersebut.

Sadar bahwa wanita yang ia dekati masih kuliah, Ahmad tak terlalu menaruh harap. Tapi ia menjalin hubungan baik. Di luar itu, ia juga menjalin komunikasi dengan 2 orang wanita lainnya. Wanita-wanita ini rata-rata menerimanya dengan baik, karena Ahmad memang laki-laki yang baik, santun dan tahu etika bergaul dengan lawan jenis.

Tak ingin lama-lama terjebak dengan hubungan yang tak menentu, Ahmad mulai ancang-ancang untuk menawari ketiga wanita itu posisi sebagai istrinya. Untuk menguatkan hatinya ia semakin memperbanyak ibadah dan tetap rutin bersedekah. Untuk bersedekah ia kali ini menemui salah seorang ustadznya yang menjadi pengurus sebuah masjid di dekat daerahnya. Ia membicarakan maksud hatinya kepada sang ustadz. Kali ini ia ingin bersedekah lebih besar dari biasanya yakni Rp. 50 ribu. Sang ustadz mengabarkan, kebiasaan di masjidnya, kalau ada orang bersedekah minimal 50 ribu ke atas maka akan diumumkan kepada jamaah dan didoakan. Macam-macam hajat orang bersedekah itu akan disebut dan dimintakan kepada Allah agar niat yang bersangkutan terkabul.

“Jujur saya ingin mendapat jodoh ustadz,” ujar Ahmad.

“O ya tidak apa-apa bagus sekali itu,” ujar ustadznya.

Maka Ahmad pun menyerahkan uang 50 ribu itu. Tapi ia berpesan agar namanya tak usah disebut.

Demikianlah. Ahmad menunaikan sedekahnya. Ia tak tahu apakah sedekahnya betul-betul diumumkan atau tidak. Ia juga tak tahu apakah niatnya itu masuk dalam daftar doa yang dibacakan panitia masjid kepada jamaah. Tapi hatinya sudah ikhlas bersedekah seraya memanjatkan doa kepada-Nya.

Selang beberapa waktu, Ahmad pun menunaikan maksudnya untuk menanyakan langsung kepada tiga orang wanita yang berteman baik dengannya tawaran untuk menjadi istrinya. Ia sadar ia memang bukan laki-laki berkecukupan. Yang ada dihatinya adalah niat ibadah kepada-Nya, menyempurnakan separuh agamanya. Ia berniat tak ada hal yang akan ia tutup-tutupi perihal dirinya, pekerjaannya, juga penghasilannya kepada para wanita itu. 

Wanita pertama yang ia datangi menerima baik maksud Ahmad. Tapi ia mengajukan syarat untuk tidak menikah dalam tahun 2010 ini. Ia masih punya tanggungan membiayai adiknya yang kuliah. Ahmad pun mafhum. Perempuan ini tak bisa memenuhi niatnya.

Wanita kedua juga demikian. Ia menerima dengan baik tapi merasa belum punya kesiapan. Ia tak bisa jika harus menikah di tahun ini juga. Ahmad pun kembali mafhum dan memaklumi penjelasan itu. 

Wanita ketiga adalah wanita tetangganya yang pertama kali ia kenal di acara halal bi halal idul fitri tahun 2009 lalu. Wanita ini juga menerima dengan baik tapi juga merasa siap kalau ia sudah menyelesaikan studinya. Saat kabar itu didengar oleh orang tua si wanita, ternyata responnya juga baik. Masalah kuliah dinilai tak akan menjadi penghalang karena si wanita tetap bisa melanjutkan kuliahnya walaupun statusnya menikah.

Demikianlah. Dengan dukungan orangtuanya, si wanita menjadi berpikiran lain. Apalagi Ahmad yang ia lihat memang adalah laki-laki baik, mengerti agama dan memiliki kemampuan untuk menjadi imamnya. Jadi sayang juga kalau dilewatkan. Akhrinya ia menyanggupi tawaran itu, bersedia dilamar dan melangsungkan pernikahan tahun ini juga.

Ahmad sangat bersyukur dengan hal itu. Tak henti ia mengucapkan tahmid. Apalagi, ia tak dibebankan biaya sedikitpun untuk menyelenggarakan pernikahannya. Semuanya ditanggung oleh keluarga besarnya. Tentu ini adalah berkah yang tak terkira, karena ia tak perlu susah-susah mencari uang seperti beberapa orang teman sebayanya yang harus menyiapkan uang sendiri untuk membiayai pernikahan mereka. Dengan berbaju pengatin warna hijau, Ahmad duduk di pelaminan bersama istrinya.

Keyakinan Ahmad pun terbukti. Niat yang baik, ikhtiar yang baik, serta sedekah yang baik, pastilah berbuah sesuatu kebaikan pula. Kini ia mendapat bukti sendiri bagaimana sedekah memang merupakan sebuah pohon subur yang berbuah lebat. Setelah menikah ia semakin merutinkan dirinya untuk senantiasa bersedekah. Sebaik, dan semampu yang ia bisa. [ ]

Sumber : disini