Rabu, 25 Juli 2012

Matematika Allah

Saat sedang menjalankan tugas negara (begitulah kelakar saya ketika menunaikan tugas kemanusiaan), saya berkesempatan berdiskusi dengan salah satu staf yang menjadi bagian dari tim yang berangkat kali ini.  Sambil meminggirkan mobil, menyeruput es cendol, ditemani semilir angin sawah, saya iseng bertanya, “Agus, saya dengar anda kuliah S-2?” “Iya mas, alhamdulillah satu semester lag,i” jawab agus. “Wah mantap, beasiswa ya?” saya terus menimpali. “Gak mas, biaya sendiri. Walaupun gaji saya habis 70%-nya untuk kuliah, tapi saya percaya matematika Allah karena niat saya meningkatkan kualitas dan menghidupi keluarga pasti akan dibantu oleh yang Maha Kaya,” demikian agus berseloroh meyakinkan saya.
Setiba di rumah malam hari, saya masih merenungi ungkapan tegas rekan saya ini tentang matematika Allah dan kembali ke ingatan saya 5 tahun lalu saat saya iseng menyapa office boy di kantor saya yang baru seminggu menikah.  Usia Jono –demikian saya memanggilnya – baru 19 tahun, menghidupi 2 adik yang masih SMP dan seorang nenek. Ibunya sudah meninggal dan bapaknya entah ke mana pergi. Jono menikahi tetangganya yg berusia 18 tahun. Saat saya tanya kok berani, dia menjawab santai “kan ada Allah yang menjamin hidup saya”.
Hari ini pula saya dipertemukan dengan tukang kerupuk yang tunanetra, Salim yang dengan percaya dirinya berjualan dari gang ke gang, demi menjaga sebuah kemandirian hidup tanpa harus merengek iba kepada setiap orang.  Dari pagi sampai petang bergerilya dibantu tongkat besi yg sudah berkarat, demi sebuah harga diri, dia akan marah bila ada orang yang memberinya uang tapi tidak beli kerupuknya.
“Saya bukan pengemis, saya penjual kerupuk dan saya pantang menerima uang tanpa ada membeli kerupuk saya. Alhamdulillah, dari jualan kerupuk saya bisa ngontrak dan hidupi istri dan anak saya.” Sontak saya bisu sesaat dan emosi saya ada pada titik terendah saat pria ini berhenti bicara.
Saya yakin banyak cerita yang semirip di atas di mana kadang akal kita menangkap ketidakmungkinan seseorang bertahan hidup dengan akses dan kemampuan yang terbatas, logika berfikir kita normatif menyangkal realita yang ada, bahwa seseorang tetap bisa memenuhi kebutuhan dasar dengan situasi yang kita anggap kurang berpihak kepadanya.
Tapi itulah matematika Allah. Matematika yang sukar dinalar lewat perantara otak manusia. Matematika yang justeru menuntun kita untuk senantiasa menjaga derajat syukur kita di hadapan Allah dan mengusik mental kemandirian kita untuk tetap konsisten, optimis dalam menjalankan hidup.  Agus, Jono dan Salim adalah representasi matematika Allah yang harusnya menuntun kita menjadi pribadi yang bertakwa, bersyukur dan optimis dalam meraih kesuksesan dunia akhirat.  Allah jamin rizki hambanya.  … Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (at Thalaq : 3).
Allah berfirman, “Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya). Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap tia Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya). Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap tiap sesuatu.” (Ath Thalaq: 3).
Sumber : disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar